Terwakilinya kekuatan politik umat di Jawa Tengah dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah daerah, semata-mata untuk keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah.


Senin, 15 Maret 2010

Press Release

Rencana Pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk yang berakibat naiknya harga pupuk supaya dibatalkan, karena akan berakibat menyengsarakan para petani. Karena sampai saat ini ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia masih sangat tinggi. Sehingga bila terjadi kenaikan secara mendadak akan menurunkan produktivitas hasil pertanian dan mengakibatkan minus nilai harga tukar petani.

Karena pantauan di lapangan informasi tentang rencana kenaikan telah membuat keresahan para petani. dan apabila pemerintah ingin mencabut subsidi harus dillakukan secara gradual melalui pendekatan konversi dari pupuk kimia ke pupuk organik, dan ini membutuhkan waktu cukup panjang. minimal membutuhkan waktu 3 tahun untuk mengalihkan penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik.

Oleh karena itu apabila ada rencana pengurangan subsidi sebaiknya dilakukan minimal 3 tahun mendatang dan terlebih dahulu dipersiapkan program konversi secara terencana dan simultan secara nasional.

Sebagaimana sampai saat ini penggunaan pupuk kimia masih cukup tinggi. Alokasi pupuk di Jateng tahun 2010 adalah sebagai berikut :

urea : 1.070.000 ton

ZA :208.228 ton

NPK Ponska : 180.000 ton

NPK Pelangi : 227.513 ton

NPK Kujang : 62.000 ton

Organik : 131.000 ton


Dari data diatas, terlihat bahwa penggunaan pupuk organik saat ini hanya 7,7% dari kebutuhan pupuk di Jawa Tengah. Dan penggunaan pupuk kimia 92,3%.

Oleh karena itu saya minta kepada seluruh elemen petani untuk mendukung langkah gubernur yang telah melayang surat kepada presiden untuk menolak kenaikan harga pupuk.


Semarang, 15 Maret 2010


H. Yahya Haryoko, SPd

Sekretaris Komisi B DPRD Jateng

Bendahara FPPP DPRD Jateng

Minggu, 14 Maret 2010

Press Release

Berprestasi Baik tetapi Sebenarnya Tidak

Kasus di UP3AD

Pada saat mengunjungi beberapa UP3AD (Unit Pelaksana Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah), sebagai partner kerja Komisi C, kami diberi data tentang target pendapatan dan realisasinya. Secara umum, bila realisasi pendapatan lebih besar dari targetnya pada periode yang sama maka unit kerja yang bersangkutan mempunyai kinerja yang bagus dan unit ini mempunyai hak untuk menerima bonus (upah pungut) sesuai dengan aturan yang berlaku, karena perbandingan target dengan realisasi merupakan ukuran kinerja yang disepakati. Namun bagaimana kalau target yang ditetapkan oleh manajemen jauh lebih rendah dibanding potensinya. Bila definisi potensi adalah realisasi tahun sebelumnya ditambah pertumbuhan potensi tahun berjalan maka seharusnya target tahun ini (tahun berjalan) adalah sebesar realisasi pendapatan tahun sebelumnya ditambah pertumbuhan potensi tahun ini.

Tetapi kenyataan yang kami temukan di beberapa UP3AD tidak mencerminkan keadaan tersebut. Misal target PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) tahun 2010 di Samsat Kab. Semarang (teknis penetapan targetnya di beberapa kabupaten/kota lain juga hampir sama) ditetapkan sebesar Rp 33,185 miliar padahal realisasi PKB tahun sebelumnya (2009) sudah mencapai Rp 37,47 miliar dengan target pada tahun yang sama sebesar Rp 33,37 miliar.

Mestinya target tahun 2010 adalah sebesar realisasi PKB tahun 2009 yaitu sebesar Rp 37,47 miliar ditambah dengan potensi pertumbuhan kendaraan pada tahun berjalan (2010) bukan sebesar Rp 33,185 miliar sehingga target tahun 2010 adalah minimal sebesar Rp 37,47 miliar atau lebih. Dengan penetapan target tahun berjalan yang jauh dari realisasi tahun sebelumnya sebenarnya UP3AD yang bersangkutan, seandainya mampu mencapai target atau melebihinya tidak dianggap sebagai unit kerja yang berprestasi, karena dalam penyusunan target lebih rendah dari potensinya.

Tentu saja target yang disusun dengan teknis seperti contoh diatas pasti tercapai karena ditetapkan jauh dibawah angka potensi dan pembaca yang tidak mengerti proses penyusunan target akan mengatakan bahwa unit kerja yang bersangkutan layak mendapat apresiasi. Padahal tanpa kerja keras pun pasti tercapai karena pada tahun sebelumnya sudah terealisasi / tercapai sebesar Rp 37,47 miliar (2009) melebihi target tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 33,185 miliar.

Proses penetapan target jangan dianggap remeh karena proses yang tidak benar akan menghasilkan penilaian kinerja yang kurang tepat yaitu unit kerja yang seharusnya tidak berprestasi dinilai berprestasi dan kondisi ini akan berdampak pada kurang optimalnya unit kerja yang bersangkutan dalam pengumpulan pajak serta memberi upah pungut (kalau ada) melebihi dari yang semestinya.

Berkaitan dengan temuan lapangan tersebut, FPPP mengusulkan :

  1. Agar DPPAD (DInas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) memperbaiki proses penetapan target pada anggaran perubahan tahun 2010 sehingga kami berkeyakinan bila proses penetapan target tersebut benar, insya Allah akan menghasilkan PKB yang lebih optimal.
  2. Mengusulkan kepada BPKP/BPK agar pada saat audit, juga menilai apakah proses penetapan target sebagaimana yang dimaksud sudah benar ataukah kurang benar serta menilai bagaimana pengaruhnya terhadap besaran upah pungut.
  3. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas serta member layanan yang lebih baik kepada masyarakat, FPPP mengusulkan agar pembayaran PKB yang bersifat perpanjangan dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak Perbankan yang mempunyai cabang-cabang di tingkat pedesaan seperti BRI dan sebagainya.

Semarang, 15 Maret 2010

Drs. Alfasadun, MM., Akt
Sekretaris FPPP DPRD Jateng

Senin, 08 Maret 2010

Press Release

Soal Wacana Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah Pindah Solo

Dalam Raperda RTRW Jawa Tengah yang sekarang dibahas oleh Pansus RTRW DPRD Jateng bersama eksekutif, dalam draft tidak ada pasal yang membahas masalah perpindahan ibukota provinsi Jawa Tengah dari Semarang ke Solo, yang ada adalah Bandara di Jawa Tengah terdiri dari :

  1. Bandara Internasional Ahmad Yani di Semarang
  2. Bandara Internasional Adi Sumarmo di Surakarta
  3. Bandara di Cepu Blora
  4. Bandara di Pemalang
  5. Bandara di Cilacap

Saya menghargai wacana itu, akan tetapi saya tidak sependapat ibukota provinsi di Semarang dipindah di Solo. Semarang harus kita pertahankan sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah dengan segala potensi yang dimilikinya, akan tetapi Kota Semarang harus banyak berbenah, khususnya infrastruktur besar misalnya pelabuhan Tanjung Mas, Bandara Ahmad Yani, terminal dan fasilitas lainnya yang harus memadai setingkat ukurannya sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini diperlukan koordinasi yang solid dan kompak antara Pemkot, Pemprov dan Pusat.

Saya mendesak kepada Gubernur Jawa Tengah H. Bibit Waluyo :

  1. Untuk berada si depan dan jadi prakarsa atas segala hal yang berkaitan dengan ketertinggalan Jawa Tengah jika dibandingkan dengan Jawa Timur dan Jawa Barat.
  2. Pemerataan pembangunan agar Jawa Tengah Utara, Selatan, Barat, Timur dan Tengah perkembangannya seimbang.
  3. Mempertahankan Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang diharapkan memiliki kemajuan setara dengan Surabaya dan Bandung dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

Semarang, 3 Maret 2010

Drs. H. Istajib AS

Wakil Ketua FPPP DPRD Jateng

Anggota Pansus RTRW DPRD Jateng

Press Release

PERSYARATAN BANSOS NGOYOWORO

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Sekretaris Daerah mengeluarkan Peraturan Sekda Prov. Jateng No. 978/02635 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Sosial pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010.

Dalam rangka pengendalian dan pengawasan agar bantuan tersebut sampai kepada yang berhak, FPPP DPRD Jateng setuju dengan peraturan yang dimaksud. Namun peraturan tersebut sangat sulit penuhi masyarakat karena sangat birokratis dan birokrasinya terlalu tinggi untuk ukuran masyarakat desa, sehingga dikhawatirkan akan timbul calo-calo pengurusan persyaratan bansos. Misalnya untuk bantuan pemberdayaan kelompok pertanian (yang berada di desa) persyaratannya harus mendapat rekomendasi dari bupati/walikota dan profil kelompok taninya harus disahkan oleh bupati/walikota. Untuk membuat profil kelompok tani bagi masyarakat desa adalah pekerjaan yang sangat sulit dipenuhi. Dalam konteks ini apakah yang dibutuhkan oleh Pemprov kejujuran masyarakat desa ataukah kepandaian yang direkayasa oleh para calo.

Persyaratan demikian terlalu sulit untuk dijangkau masyarakat desa, karena jarak (jabatan dan tempat) yang terlalu jauh. Persyaratan yang sulit disamping melahirkan calo-calo juga kemungkinan masyarakat enggan mengurus persyaratan tersebut sehingga akan menyebabkan anggaran untuk bantuan masyarakat tak terserap.

Dalam rangka menopang program gubernur Mbali Deso Mbangun Deso, mestinya diperlukan persyaratan yang paling mungkin dipenuhi agar anggaran terserap dan yang dan yang diperketat adalah pengendalian dan pengawasannya, bukan persyaratannya, kecuali bila Pemprov tidak ingin memberi bantuan. (bansos dialokasikan untuk kepentingan lain).

FPPP tidak melihat urgensi persyaratan yang sulit tersebut dengan pengendalian dan pengawasan. Karena jangkauan Bupati/Walikota untuk mengawasi aktivitas pertanian ditingkat desa terlalu jauh.

FPPP mengusulkan kepada Gubernur agar pengurusan administrasi persyaratan bansos sampai pada tingkat kecamatan saja. Juga mengusulkan supaya bansos tersebut sampai ke tangan yang berhak, yang diperketat adalah pengawasan dan pengandalian paska pencairan bansos misalnya disamping pengawasannya melibatkan kepolisian dan kejaksaan juga melibatkan masyarakat dengan cara para penerima bansos diumumkan di mass media.

Semarang, 22 Februari 2010

Drs. H. Alfasadun, MM., Akt

Sekretaris FPPP DPRD Jateng

Press Release

Dewan Pengupahan Patut Diduga Dikelabuhi oleh Perusahaan

Seharusnya dilakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang mengajukan penundaan pemberlakuan UMK (Upah Minimal Kabupaten/Kota) dengan melibatkan auditor atau pihak yang bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini guna mendapatkan obyektivitas kondisi perusahaan.

Sejauh ini sekitar 30 perusahaan telah mengajukan penundaan pada akhir tahun lalu. Dewan Pengupahan Jawa Tengah nampaknya sudah melakukan putusannya apakah penundaan itu diterima atau tidak pada Januari lalu.

Setahu saya, ada perusahaan yang bermain-main soal UMK ini. Perusahaan tersebut menyatakan kinerjanya bagus, produknya diekspor, tetapi kenyataannya nasib karyawannya sangat memprihatinkan.

Saya mengharapkan Dewan Pengupahan untuk jangan mudah dikecoh oleh perusahaan seperti itu. Jika Dewan Pengupahan tidak kredibel dalam menilai penundaan pengupahan, maka sudah bisa dipastikan dalam setiap tahun perusahaan tersebut akan selalu bermain-main dengan UMK. Karena ternyata mengajukan penundaan selalu dikabulkan, tanpa dilakukan penyelidikan dan penilaian yang obyektif.

Kepada Sdr Gubernur selaku orang terpenting dalam Dewan Pengupahan Jawa Tengah, dihimbau untuk tidak mudah terkecoh dengan laporan keuangan perusahaan. Patut diduga perusahaan-perusahaan yang bermain-main soal UMK bisa mengelabuhi Dewan Pengupahan.

Saya meminta Komisi E DPRD Jateng mengundang Dewan Pengupahan, Disnaker Jateng dan pihak perusahaan yang melakukan penundaan pengupahan, seperti perusahaan perkebunan di Batang, perusahaan rokok di Kudus, dan beberapa perusahaan lain di Sukoharjo, kabupaten Semarang dan daerah lain di Jateng.

Ada beberapa perusahaan yang saya ketahui dalam setiap tahun selalu mengajukan penundaan UMK ke Dewan Pengupahan. Jika benar-benar perusahaan tersebut bermain-main dan membohongi Dewan Pengupahan, maka harus ditempuh jalur hukum, semata-mata untuk melindungi nasib karyawannya dan menyehatkan dunia usaha di Jateng.

Press Release

(Temuan saya dalam reses yang saya lakukan pertengahan Desember lalu langsung investigasi pada karyawan perkebunan teh PT Pagilaran Batang):

Kesejahteraan pekerja di perkebunan the PT Pagilaran Batang cukup memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan jumlah pekerja yang mencapai 3000 orang hanya 304 yang diikutkan jamsostek. Sedangkan upah buruh petik tidak mencapai Rp 9000/hari, dengan perhitungan paling banyak per orang hanya mampu mendapatkan 15 kg, dengan harga Rp 390/kg.

Dari tahun ke tahun PT Pagilaran tidak pernah memberlakukan UMK setahun penuh sebagaimana mestinya, tapi hanya berlaku 3 bulan, selebihnya ditangguhkan. Para buruh petik hanya mendapatkan tidak lebih Rp 9000/hari, karena setiap orang hanya mampu maksimal 15kg/hari yang per kg Rp 390.

Berkaitan dengan UMK yang harus ditaati, maka saya mengimbau agar PT Pagilaran tetap memberlakukan UMR dengan pemberian hak-hak buruh yang mestinya diterima, seperti jaminan kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

PT Pagilaran sebetulnya merupakan perusahaan yang punya nama di luar negeri dan menembus pasar teh di Eropa dan Jepang. Tapi kenyataannya kondisi internal berkaitan dengan pekerja kurang menggembirakan. Padahal sekarang PT Pagilaran yang semula milik Negara yang diperuntukkan sebagai laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Gajahmada Yogyakarta, kini 100% menjadi PT yang dikuasai oleh UGM. Jadi sudah 100% swasta murni.

Kami menyayangkan dengan kondisi PT Pagilaran tersebut, mengingat semestinya PT tersebut mampu membayar UMK dengan memberikan kesejahteraan yang mestinya diterima para karyawan/buruh. Mengingat nilai ekspor teh ke LN sangat bagus, apalagi dikelola oleh kalangan terdidik dari UGM.

Selasa, 02 Maret 2010

Press Release

Prioritas Pembangunan Jawa Tengah

yang tidak mendapat Prioritas Penjelasan

Secara umum laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Tengah yang disampaikan dalam Rapat Paripurna tanggal 2 Maret 2010, cukup memadai karena informasinya relative lengkap, antara lain berisi misi Gubernur beserta penjelasan pencapaiannya. Kemudian misi tersebut dijabarkan dalam bentuk sasaran yang dirinci lagi dalam bentuk Prioritas Pembangunan Jawa Tengah yang meliputi :

1. Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan pedesaan,

2. Penguatan daya tahan ekonomi yang terdiri dari pengembangan ketahanan pangan, agrobisnis dan agro industri.

3. Anti korupsi, reformasi birokrasi dan pemantapan demokrasi.

FPPP setuju dengan tiga prioritas pembangunan tersebut, namun dalam LKPJ-nya Saudara Gubernur kurang menjelaskan aspek-aspek yang berkaitan dengan tiga prioritas pembangunan tersebut. Mestinya saudara gubernur menjelaskan aspek-aspek prioritas tersebut. Misalnya, setidaknya dijelaskan secara singkat tentang kuantitas sasaran pembangunan yang menjadi prioritas, jumlah anggaran yang mendukungnya, ukuran keberhasilannya, indeks kepuasan masyarakat desa yang menjadi subyek pembangunan pedesaan dan sebagainya. Sehingga dengan penjelasan seperti ini anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah sebagai wakil rakyat akan mengetahui seberapa jauh kuantitas prioritas pembangunan yang dicanangkan oleh saudara Gubernur tersebut telah tercapai dan yang belum tercapai.

Dengan kata lain prioritas pembangunan yang seharusnya mendapat banyak sorotan dan penjelasan dari saudara gubernur, justru kurang mendapat keterangan. Kurangnya penjelasan terhadap hal tersebut juga mengakibatkan masyarakat kurang mengerti tentang prioritas pembangunan Jawa Tengah. Yang pada akhirnya masyarakat kurang memahami apa yang dikerjakan oleh Pemprov.

Di sektor pertanian saudara Gubernur menjelaskan tentang produksi gabah, jagung, kedelai dan surplus beras, namun sayang tidak menjelaskan tentang peningkatan kesejahteraan petani yang diukur misalnya dengan kenaikan daya beli. Karena selama ini kenaikan produksi tidak identik dengan kesejahteraan mengingat para petani sering memperoleh harga yang jelek di saat panen dan membeli dengan harga mahal disaat paceklik.

Selanjutnya saudara gubernur menjelaskan bahwa sektor ini (pertanian) memberi kontribusi sebesar 19,7% pada PDRB Jateng 2009. Menurut FPPP, kontribusi sebesar angka tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor ini yang besarnya mencapai angka 50% lebih. Perbandingan tersebut mengandung arti bahwa kontribusi sebesar 19,7% sangat tidak berarti terhadap peningkatan kesejahteraan para petani. Juga mengandung arti bahwa pembangunan pedesaan (yang identik dengan masyarakat tani) yang dicanangkan oleh saudara Gubernur sebagai proritas pembangunan kurang berhasil. Apalagi kalau diukur dengan rata-rata indeks nilai tukar petani (NTP) yang hanya naik sebesar 0,26. Kenaikan yang tidak banyak berarti dibanding dengan angka inflasi barang-barang industri dan jasa yang dikonsumsi para petani.

Di bidang kesehatan, saudara Gubernur menerangkan tentang peningkatan derajat kesehatan masyarakat. FPPP mengakui kondisi tersebut, namun RSUD sebagai alat Pemprov untuk memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih dirasakan kurang optimal pelayanannya dibanding rumah sakit swasta. RSUD belum menjadi rujukan utama bagi masyarakat kelas menengah keatas untuk berobat ditempat tersebut. Bandingkan dengan sekolah negeri dari SD sampai Perguruan Tinggi yang menjadi tujuan utama bagi masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya.

Berkaitan dengan pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS), FPPP mohon agar dipercepat realisasinya, mengingat JJLS tersebut sangat vital dalam menopang pembangunan ekonomi masyarakat Jateng wilayah selatan yang selama ini terisolasi.

Realisasi konstruksi sampai dengan akhir 2009 baru mencapai 10,7% (22,29 km dari 212,25 km).

Semarang, 2 Maret 2010

Drs. Alfasadun, MM. Akt

Sekretaris FPPP DPRD Jateng