Terwakilinya kekuatan politik umat di Jawa Tengah dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah daerah, semata-mata untuk keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah.


Kamis, 15 April 2010

Press Release

Soal Pengembang Jalan Tol Dalam Raperda 2009-2029

Dalam Raperda RTRW Jawa Tengah pasal 22 ayat (4) bahwa pengembangan jalan tol meliputi :
a. Pemantapan jalan tol Semarang seksi A, seksi B dan seksi C.
b. Pengembangan jalan tol Semarang - Solo
c. Pengembangan jalan tol sepanjang Semarang - Demak - Kudus - Pati sampai perbatasan Jawa Timur
d. Pengembangan jalan tol sepanjang perbatasan Jawa Barat Pejagan - Pemalang Batang - Semarang
e. Pengembangan jalan tol sepanjang Solo - Sragen - perbatasan Jawa Timur
f. Pengembangan jalan tol sepanjang Yogyakarta - Solo
g. Pengembangan jalan tol Yogyakarta - Bawen
h. Pengembangan jalan tol sepanjang Ciamis - Cilacap - Yogyakarta

Seiring dengan jalannya PERDA RTRW Jawa Tengah tersebut, sebagai konsekuensi dari pembangunan jalan tol di Jawa Tengah dalam kurun waktu 20 tahu kedepan, maka di Jawa Tengah dalam kurun waktu 20 tahun akan kehilangan lahan pertanian atau perkebunan ribuan hektar.

Oleh karena itu kedepan kami berharap kepada semuapihak baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi Jawa Tengah dan pemerinah kabupaten/kota agar berkurangnya lahan pertanian dan perkebunan produktif akibat dari pengembangan jalan tol tersebut harus diantisipasi dengan kebijakan pembukaan lahan-lahan lain sebagai pengganti agar Jawa Tengah tetap surplus pangan dan tetap sebagai pemasok utama kebutuhan pangan nasional.

Semarang, 11 Maret 2010

Drs. H. Istajib AS
Anggota Pansus RTRW Jateng
Wakil Ketua FPPP DPRD Jateng

Press Release

Berlakunya UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) berpotensi kuat menurunkan penerimaan Pendapatan Pemda Prov. Jateng sebesar Rp 378,5 milyar. Pengurangan pendapatan tersebut, karena beberapa jenis Pajak Daerah Pemda Provinsi diserahkan kepada Kabupaten/Kota dan beberapa jenis Retribusi dihapus atau diserahkan kepada Kabupaten/Kota.

Beberapa jenis Pajak Daerah Pempda Provini yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota adalah :

a. Pajak Air Bawah tanah (ABT) berlaku efektif 1 Januari 2012) kehilangan Rp 10 M

b. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (berlaku efektif 1 Januari 2014) potensi kehilangan Rp 242 M

c. Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berlaku efektif 1 Januari 2011, potensi kehilangan Rp 48 M

Sedang retribusi yang dihapus ialah jembatan timbang, berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 30 M dan untuk retribusi yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota adalah ijin usaha perkebunan, pelayanan jasa ketatausahaan, tempat pelelangan ikan (TPI), pelayanan bidang perhubungan dan ijin ABT yang semuanya berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 48,5 M. Sehingga total kehilangan potensi pendapatan adalah Rp 378,5 M.

Kehilangan potensi PDRB tersebut kemungkinan dapat ditutup oleh pajak rokok yang menurut UU 28 tahun 2009, Pemda Provinsi akan mendapat 10% dari cukai rokok dan berlaku efektif 1 Januari 2014. Agar pajak rokok tersebut dapat dijadikan sarana untuk menutup penurunan pendapatan diperlukan adanya kajian potensi konsumen rokok di Jawa Tengah. Disamping penurunan tersebut kemungkinan dapat ditutup dengan pajak rokok, juga diperlukan beberapa strategi untuk mengatasi pengurangan pendapatan Pemda Provinsi tersebut sebagai berikut :

1. Perlu adanya peninjauan kembali terhadap beberapa Tarif Pajak dan Retribusi yang telah berusia 3 tahun atau lebih karena menurut UU ini tariff ini diperkenankan ditinjau kembali setelah penetapan tariff berusia 3 tahun atau lebih mengingat tariff pajak tersebut dipengaruhi oleh inflasi.

2. Perlyu adanya penepatan target yang sesuai dengan potensinya, terutama untuk pajak kendaraan bermotor yang menjadi primadona Pemda Jateng. Selama ini kami temukan bahwa hampir semua UP2AD (Unit Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) di seluruh Kabupaten/Kota mendapat penetapan target dari DPPAD (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) dibawah potensinya. Penetapan target di bawah potensi berakibat kinerja DPPAD kurang optimal serta dapat menyebabkan mereka memperoleh upah pungut yang sebenarnya bukan menjadi haknya.

3. Diperlukan peningkatan efektifitas penggunaan asset Pemda Provinsi seperti PRPP, tanah di Tawangmangu, dan lain-lain agar dapat memberikan retribusi yang signifikan.

Hal lain yang lebih penting dari sekedar menutup hilangnya potensi PDRD ialah penggunaan anggaran yang efisien dan efektif (tepat sasaran), akuntabel (bertanggung jawab), kredibel (dapat dipercaya) yang didasari oleh moral yang jauh dari KKN karena tanpa itu semua kenaikan pendapatan tidak berfungsi apa-apa bagi masyarakat.

Semarang, 13 April 2010

Drs. Alfasadun, MM., Akt

Sekretaris FPPP DPRD Jateng

Press Release

KENAIKAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK

Berkaitan dengan kenaikan harga eceran tertinggi pupuk sebesar 35%, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, antara lain :

1. Apakah kenaikan HET 35% itu sudah maksimal mengingat kenaikan harga tersebut dirasakan sangat berat oleh petani. Kenaikan harga ini perlu diawasi bersama oleh semua komponen masyarakat jangan sampai setelah ini ada kenaikan lagi diatas itu.

2. Untuk meringankan beban para petani, sebagai alternatif pupuk organik perlu diberdayakan. dan agar kualitas dan kuantitasnya dapat terpenuhi, hendaknya subsidi tidak hanya ditujukan kepada pabrikan tetapi juga petani dan gapoktan.

3. Pabrik yang memproduksi pupuk organik seperti pusri dan kujang biasanya hanya bekerja sama dengan pihak swasta. seharusnya diutamakan kemitraan dengan petani dan koperasi-koperasi, jangan hanya memprioritaskan modal-modal besar swasta.

4. Pemerintah Daerah baik Kota maupun Kabupaten agar dapat memfasilitasi para petani untuk dapat mengakses pasar serta mengupayakan petani mendapatkan harga bulog. Kemudian juga dapat juga mengusahakan agar lembaga keuangan seperti LUEP dan lembaga desa dapat dimaksimalkan.

5. Pemerintah diharap turut menjaga kestabilan harga gabah untuk mengimbangi kenaikan harga pupuk.



Semarang, 10 April 2010

H. YAHYA HARYOKO, S.Pd
Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah
Bendahara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD Jawa Tengah

Press Release

PENETAPAN KONTERPART PADA KOMISI-KOMISI DPRD PROV. JATENG

PERLU DIRESTRUKTURISASI AGAR DICAPAI KINERJA YANG EFISIEN DAN EFEKTIF

Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah merupakan komisi yang membidangi pendapatan (profit centre). Beberapa konterpart SKPD yang menjadi profit centre bagi Komisi C adalah Bank Jateng, DPPAD (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) dan lain-lain. Dua SKPD ini menjadi Profit centre yang memberikan pendapatan terbesar bagi APBD Provinsi Jawa Tengah. Namun dalam kenyataannya Komisi C juga mempunyai konterpart beberapa SKPD yang bukan profit center alias SKPD pengguna anggaran (cost centre) dengan alasan SKPD tersebut meskipun tugas utamanya sebagai pengguna anggaran (cost centre), tetapi juga mampu memperoleh pendapatan walaupun kecil., misalnya Dinas Pariwisata, Dinas Perkebunan, Diklat dan lain-lain. Akibat dengan kondisi tersebut, Komisi C kurang fokus pada bidang pekerjaannya (bidang pendapatan/ profit centre), karena terlalu banyak mengurusi SKPD pengguna anggaran (cost Centre). Demikian pula pada komisi-komisi yang lain, yang menjadi konterpart SKPD pengguna anggaran akan kehilangan kendali terhadap pendapatan yang diperoleh oleh SKPD tersebut, karena tidak mengendalikan pendapatan dan penggunaannya. Berkaitan dengan masalah tersebut, kami mengusulkan agar diadakan restrukturisasi konterpart, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Masing-masing komisi yang ada di DPRD Provinsi Jateng dibagi menjadi dua unit kerja, yaitu unit kerja penghasil/ pendapatan (profit centre) dan unit kerja pengguna anggaran (cost centre).

2. Komisi yang menjadi konterpart profit centre bertugas menggali pendapatan dan sekaligus mengendalikan penggunaan anggaran pada profit centre dimaksud, yang selama ini penggunaan anggaran pada profit centre menjadi tanggung jawab pada komisi lain sedang komisi yang menjadi konterpart cost centre bertugas mengendalikan penggunaan anggaran sekaligus pendapatannya, yang selama ini bila terjadi pendapatan pada cost centre pembahasannya pada komisi C. Misalnya :

a. Komisi C yang dijadikan sebagai konterpart unit kerja penghasil (profit centre) haruslah sekaligus mengendalikan penggunaan anggaran pada profit centre tersebut. Dengan kata lain input dan output yang terjadi pada profit centre haruslah dibahas di Komisi C secara menyeluruh.

b. Komisi A, B, D dan E dijadikan sebagai konterpart unit kerja pengguna anggaran (cost centre) sekaligus mengendalikan anggaran pendapatan pada konterpart yang bersangkutan. Dengan kata lain input dan output yang terjadi pada cost centre haruslah dibahas di Komisi-komisi tersebut secara menyeluruh. Contoh selama ini Konterpart Komisi B seperti pada dinas pertanian, ketika membahas pendapatan yang didapat oleh dinas pertanian dibahas di Komisi C yang seharusnya dibahas di Komisi B. Kondisi demikian tentu kurang baik berkaitan dengan manajemen pengendalian, karena Komisi B hanya mengetahui penggunaan anggaran pada dinas pertanian, sedang pendapatannya dibahas di Komisi C, akibatnya Komisi B tidak mengetahui pendapatan pada dinas tersebut. Demikian pula komisi-komisi yang lain harus mengendalikan pendapatan dan penggunaan anggarannya sekaligus pada profit centre atau cost centre yang bersangkutan.

3. Dengan restrukturisasi yang kami usulkan, maka komisi C misalnya akan mengetahui pendapatan pada DPPAD sebagai profit centre dan sekaligus mengetahui jumlah pengeluaran pada dinas tersebut. Dan diharapkan ada efisiensi dan efektivitas dalam pembahasan anggaran pendapatan dan belanja.

Semarang, 6 April 2010

Drs. Alfasadun, MM., Akt

Sekretaris FPPP DPRD Jateng

Press Release

Markus Pajak Tidak Hanya Terjadi Pada Tingkat Dirjen Pajak dan atau Pengadilan Perpajakan

Berkaitan dengan kasus Gayus Tambunan yang beberapa hari ini marak diberitakan diberbagai mass media sebagai markus pajak di Dirjen Pajak dan atau Pengadilan Perpajakan, kami berpendapat sebagai berikut :

1. Markus pajak tak hanya terjadi pada Dirjen Pajak dan atau Pengadilan Perpajakan saja, tetapi juga terjadi sejak saat WP (wajib pajak) badan/perusahaan menetapkan besarnya pajak dalam SPT (Surat Pemberitahuan Pajak). Markus pajak ada disegala lini dengan melibatkan Kantor Konsultan Pajak atau Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai markusnya

2. Modusnya dilakukan ketika WP melaporkan SPT kepada KPP (Kantor Pelayanan Pajak). WP badan/perusahaan dalam mengisi SPT dibantu Kantor Konsultan Pajak (KKP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP)

3. KKP atau KAP membantu WP membuat laporan keuangan pajak yang isinya berbeda dengan laporan keuangan yang sebenarnya. Disinilah dikenal istilah pembukuan ganda yaitu satu laporan keuangan untuk pajak dan satu lagi laporan keuangan asli untuk managemen

4. Laporan keuangan pajak menjadi dasar pengisian SPT yang mencantumkan laba yang lebih rendah dari laba yang sebenarnya, sehingga pajak yang dibayar pun menjadi lebih rendah dari yang semestinya

5. Disinilah KKP atau KAP berfungsi sebagai makelar dengan cara membuatkan laporan keuangan yang labanya sengaja dilaporkan jauh lebih rendah dari laba yang sebenarnya. KKP atau KAP membuat bukti-bukti akuntansi aspal untuk memperkuat laporan keuangan yang dibuatnya. Dalam kondisi demikian, petugas pajak pasti mengetahui tentang fungsi KKP atau KAP yaitu membuatkan laporan keuangan pajak yang telah direkayasa. Pada kesempatan seperti ini terjadi tawar menawar besarnya pajak yang harus dibayar oleh WP

6. Selanjutnya besar kecilnya pajak dinegosiasikan oleh KKP/KAP dengan petugas pajak dengan mengacu pada SPT yang diisi berdasarkan laporan keuangan pajak yang sudah direkayasa tersebut

Berkaitan dengan facebook yang mengajak agar WP menolak membayar pajak, kami berpendapat bahwa ajakan tersebut harus dibaca oleh petugas pajak sebagai sikap masyarakat yang meminta kepada petugas pajak tersebut untuk serius bekerja dengan dilandasi sikap jujur dan amanah.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan atau observasi yang bersifat rahasia karena dengan cara demikian modus operandi tersebut dapat diketahui.

Semarang, 1 April 2010

Drs. Alfasadun, MM., Akt

Sekretaris FPPP DPRD Jateng

Press Release

Berprestasi Baik tetapi Sebenarnya Tidak

Kasus di UP3AD

Pada saat mengunjungi beberapa UP3AD (Unit Pelaksana Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah), sebagai partner kerja Komisi C, kami diberi data tentang target pendapatan dan realisasinya. Secara umum, bila realisasi pendapatan lebih besar dari targetnya pada periode yang sama maka unit kerja yang bersangkutan mempunyai kinerja yang bagus dan unit ini mempunyai hak untuk menerima bonus (upah pungut) sesuai dengan aturan yang berlaku, karena perbandingan target dengan realisasi merupakan ukuran kinerja yang disepakati. Namun bagaimana kalau target yang ditetapkan oleh manajemen jauh lebih rendah dibanding potensinya. Bila definisi potensi adalah realisasi tahun sebelumnya ditambah pertumbuhan potensi tahun berjalan maka seharusnya target tahun ini (tahun berjalan) adalah sebesar realisasi pendapatan tahun sebelumnya ditambah pertumbuhan potensi tahun ini.

Tetapi kenyataan yang kami temukan di beberapa UP3AD tidak mencerminkan keadaan tersebut. Misal target PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) tahun 2010 di Samsat Kab. Semarang (teknis penetapan targetnya di beberapa kabupaten/kota lain juga hampir sama) ditetapkan sebesar Rp 33,185 miliar padahal realisasi PKB tahun sebelumnya (2009) sudah mencapai Rp 37,47 miliar dengan target pada tahun yang sama sebesar Rp 33,37 miliar.

Mestinya target tahun 2010 adalah sebesar realisasi PKB tahun 2009 yaitu sebesar Rp 37,47 miliar ditambah dengan potensi pertumbuhan kendaraan pada tahun berjalan (2010) bukan sebesar Rp 33,185 miliar sehingga target tahun 2010 adalah minimal sebesar Rp 37,47 miliar atau lebih. Dengan penetapan target tahun berjalan yang jauh dari realisasi tahun sebelumnya sebenarnya UP3AD yang bersangkutan, seandainya mampu mencapai target atau melebihinya tidak dianggap sebagai unit kerja yang berprestasi, karena dalam penyusunan target lebih rendah dari potensinya.

Tentu saja target yang disusun dengan teknis seperti contoh diatas pasti tercapai karena ditetapkan jauh dibawah angka potensi dan pembaca yang tidak mengerti proses penyusunan target akan mengatakan bahwa unit kerja yang bersangkutan layak mendapat apresiasi. Padahal tanpa kerja keras pun pasti tercapai karena pada tahun sebelumnya sudah terealisasi / tercapai sebesar Rp 37,47 miliar (2009) melebihi target tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 33,185 miliar.

Proses penetapan target jangan dianggap remeh karena proses yang tidak benar akan menghasilkan penilaian kinerja yang kurang tepat yaitu unit kerja yang seharusnya tidak berprestasi dinilai berprestasi dan kondisi ini akan berdampak pada kurang optimalnya unit kerja yang bersangkutan dalam pengumpulan pajak serta memberi upah pungut (kalau ada) melebihi dari yang semestinya.

Berkaitan dengan temuan lapangan tersebut, FPPP mengusulkan :

1. Agar DPPAD (DInas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah) memperbaiki proses penetapan target pada anggaran perubahan tahun 2010 sehingga kami berkeyakinan bila proses penetapan target tersebut benar, insya Allah akan menghasilkan PKB yang lebih optimal.

2. Mengusulkan kepada BPKP/BPK agar pada saat audit, juga menilai apakah proses penetapan target sebagaimana yang dimaksud sudah benar ataukah kurang benar serta menilai bagaimana pengaruhnya terhadap besaran upah pungut.

3. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas serta member layanan yang lebih baik kepada masyarakat, FPPP mengusulkan agar pembayaran PKB yang bersifat perpanjangan dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak Perbankan yang mempunyai cabang-cabang di tingkat pedesaan seperti BRi dan sebagainya.

Semarang, 17 Maret 2010

Drs. Alfasadun, MM., Akt
Sekretaris FPPP DPRD Jateng
Anggota Komisi C DPRD Jateng

Senin, 15 Maret 2010

Press Release

Rencana Pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk yang berakibat naiknya harga pupuk supaya dibatalkan, karena akan berakibat menyengsarakan para petani. Karena sampai saat ini ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia masih sangat tinggi. Sehingga bila terjadi kenaikan secara mendadak akan menurunkan produktivitas hasil pertanian dan mengakibatkan minus nilai harga tukar petani.

Karena pantauan di lapangan informasi tentang rencana kenaikan telah membuat keresahan para petani. dan apabila pemerintah ingin mencabut subsidi harus dillakukan secara gradual melalui pendekatan konversi dari pupuk kimia ke pupuk organik, dan ini membutuhkan waktu cukup panjang. minimal membutuhkan waktu 3 tahun untuk mengalihkan penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik.

Oleh karena itu apabila ada rencana pengurangan subsidi sebaiknya dilakukan minimal 3 tahun mendatang dan terlebih dahulu dipersiapkan program konversi secara terencana dan simultan secara nasional.

Sebagaimana sampai saat ini penggunaan pupuk kimia masih cukup tinggi. Alokasi pupuk di Jateng tahun 2010 adalah sebagai berikut :

urea : 1.070.000 ton

ZA :208.228 ton

NPK Ponska : 180.000 ton

NPK Pelangi : 227.513 ton

NPK Kujang : 62.000 ton

Organik : 131.000 ton


Dari data diatas, terlihat bahwa penggunaan pupuk organik saat ini hanya 7,7% dari kebutuhan pupuk di Jawa Tengah. Dan penggunaan pupuk kimia 92,3%.

Oleh karena itu saya minta kepada seluruh elemen petani untuk mendukung langkah gubernur yang telah melayang surat kepada presiden untuk menolak kenaikan harga pupuk.


Semarang, 15 Maret 2010


H. Yahya Haryoko, SPd

Sekretaris Komisi B DPRD Jateng

Bendahara FPPP DPRD Jateng